Pages

Sabtu, 30 April 2016

SIDOGIRI TEMPO DOELOE

Asrama santri Daerah A,C dan D 
Lahir dari perjuangan Sayid Sulaiman, wali Allah keturunan Sunan Gunung Jati, Sidogiri terus bertahan tanpa pernah mati sejak lebih dari dua ratus tahun lalu, yakni tahun 1718 atau 1745.

Bermula dari sebuah masjid yang dibangun di bekas hutan, Sidogiri terus berkembang. Dari segelintir santri sampai menjadi ribuan; dari pengajian kitab saja sampai dilengkapi madrasah; dari asrama santri putra saja sampai beberapa pondok putri; dari madrasah di Sidogiri saja sampai ratusan madrasah ranting filial di berbagai kabupaten; dari kios kecil koperasi pracangan sampai belasan unit koperasi beromzet puluhan miliar rupiah; dari pengiriman beberapa guru tugas (GT) sampai pengiriman 800 guru tugas dan dai ke berbagai propinsi dan luar negeri; dari menulis di papan tulis sampai menulis di media massa dan internet; dari pendidikan agama sampai pelatihan komputer, jurnalistik, falakiah modern, bisnis, dll; dari santri dalam negeri sampai adanya santri dari luar negeri—semua itu terjadi di Sidogiri.

Apa yang membuat pesantren tua ini mampu bertahan sekian lama? Tak lain faktor utamanya adalah tanahnya yang diyakini keramat dan berkah, atau barokah kata orang Madura. Hal ini diakui sendiri oleh kiai Sidogiri. Beberapa waktu sebelum Pengasuh PP Sidogiri KH Cholil Nawawie wafat, beliau mengatakan, “Sidogiri iku kramat pancen krono tanahe, duduk krono aku. Delo’en le’ aku nggak ono’, Pondok Sidogiri tambah gede (Sidogiri keramat bukan karena saya, tapi karena tanahnya. Lihat saja setelah saya tidak ada, Pondok Pesantren Sidogiri akan bertambah besar).”
Asrama daerah C dan D dari arah Barat

Selain itu, faktor utama lainnya adalah para masyayikhnya. Masyayikh atau kiai-kiai Sidogiri kental dengan keilmuan dan pengamalan Fikih sekaligus Tasawuf. Ini yang membedakannya dari kiai-kiai lain, yang banyak kental dengan keilmuan dan pengamalan Fikih atau Tasawuf saja. Dan uniknya, kiai-kiai Sidogiri yang berpengaruh itu memiliki dua ciri khas: istikamah dalam ibadah dan khumul atau low profile, yakni tidak suka menonjolkan diri. Hal ini dapat dilihat dalam riwayat hidup mereka, seperti dalam buku Jejak Langkah 9 Masyayikh Sidogiri jilid pertama ini

Dari khumul-nya, kiai-kiai Sidogiri biasanya tak begitu dikenal orang. Yang lebih dikenal adalah pesantrennya daripada kiainya. Dan dari khumul-nya kiai Sidogiri, dalam pergantian Pengasuh di Sidogiri kerap terjadi perebutan. Bukan perebutan untuk menjadi Pengasuh, tetapi perebutan untuk tidak menjadi Pengasuh (!).

Daerah H

Nama-nama yang terkenal tak mau menjadi Pengasuh yang tercatat dalam sejarah pesantren salaf ini adalah KH Abd. Adzim bin Oerip, KH Noerhasan Nawawie, dan KH Hasani Nawawie. Mereka mempunyai ilmu yang dalam, karisma yang besar, dan keistikamahan ibadah yang tinggi, tetapi mereka tak mau menjadi Pengasuh. Tampuk kepengasuhan mereka serahkan pada kiai-kiai yang lain, bahkan yang lebih muda.

Demikianlah Sidogiri. Ia memiliki berbagai keunikan yang khas. Keunikan itu dapat dibaca dalam buku ini, meski sejatinya banyak keunikan lain yang belum ter-cover dalam buku ini. Dan keunikan itu terus berlanjut sampai masa kini

Sumber : Buku Jejak Langkah 9 Masyayikh Sidogiri

GALERI FOTO TEMPO DOELOE
DARI bERBAGAI SUMBER

Daerah G

Halaman surau Daerah H

Daerah G

Daerah B

Daerah G


koperasi PPS

Jeding masjid

Daerah G

Daerah E

daerah C, D

Daerah E

Masjid Sidogiri

Daerah E

 surau Daerah E
Kantor sekretariat dan koperasi

Surau H

Surau H

Balai pengobatan

MMU 4

Kamar mandi

Kantor Sekretariat

Daerah E

Kios santri


Daerah A,C,D

Daerah I


DaerahH


Surau Daerah I


Gedung MMU 







kios santri


0 komentar:

Posting Komentar