Pages

Rabu, 27 September 2017

UNDANGAN PENGAJIAN KITAB SIDOGIRI


DENAH LOKASI:

Senin, 11 September 2017

Sidogiri Peduli Rohingya



Pada malam Jumat 7/9 Pondok Pesantren Sidogiri Mengadakan doa bersama yang bertajuk #DoaSantriUntukMuslimRohingya, sebagaimana diketahui saat ini sedang terjadi usaha genosida terhadap penduduk muslim di Rohingya Myanmar, tindakan ini tentunya didak dibenarkan baik menurut aturan dunia maupun HAM Internasional . sebagai bentuk perhatian Sidogiri terhadap Penderitaan saudara Muslim maka Sidogiri mengadakan kegiatan istigosah ini , selain dilaksanakan di Pondok Pesantren,
 
 Kegiatan ini juga dilaksanakan di seluruh wilayah IASS Indonesia tak terkecuali di wilayah Bali . acara ini sendiri di isi dengan pembacaan Hizib Nashor dan Sholawat Nariyah sebanyak 4444 yang di hususkan untuk kehancuran musuh musuh islam dan kejayaan agama islam


Minggu, 10 September 2017

SIDOGIRI PUNYA SIKAP

Tulisan berikut adalah tulisan dari Mas Dwy Sadoellah tentang sikap Sidogiri yang banyak di pertanyakan orang menyikapi masalah yang kini sedang hangat hangatnya jadi perbincangan terutama masalah NU dn FPI, beliau sendiri selain merupakan Katib Majelis Keluarga Pondok Pesantren Sidogiri juga merupakan cucu dari salah satu pendiri NU itu sendiri yaitu KH Nurhasan Nawawi . berikut tulisan beliau yang di unggah dalam Laman Facebook nya 

Ada beberapa orang yang bertanya tentang sikap Sidogiri saat ini, khususnya terkait dengan NU. Bahkan, ada yang beranggapan Sidogiri mufaraqah dari NU dan bergabung dengan FPI. Saya menulis ini tidak mewakili siapa-siapa, apalagi mewakili Sidogiri. Saya menulis menurut sudut pandang saya pribadi.
Pertama, Sidogiri adalah salah satu pendiri NU dan tidak pernah mufaraqah dari NU. Terkait dengan polemik dengan Kiai Said Aqil Siroj hal itu adalah medan ilmiah yang sudah memiliki ruang tersendiri, jangan dibawa-bawa ke dalam urusan di luar persoalan ilmiah. Sidogiri tidak pernah menolak kepemimpinan Kiai Said, bahkan saat Muktamar Jombang, Hadratussyekh KH. A. Nawawi bin Abd. Djalil termasuk salah satu anggota Ahlul Halli wal Aqdi. Bahkan, menjelang adanya aksi 212, Sidogiri mengutus beberapa orang kepada Kiai Said Aqil untuk meminta pertimbangan kepada beliau, di samping kepada Kiai Ma’ruf Amin, Kiai Maimun dan Habib Rizieq.
Yang dikritik oleh Sidogiri dari Kiai Said adalah beberapa poin pemikirannya yang dianggap tidak sesuai dengan kitab yang dipelajari oleh santri-santri di Sidogiri (tidak lebih). Kiai Said sudah dua kali diundang ke Sidogiri untuk ditabayyun mengenai pemikiran-pemikiran tersebut. Beliau datang, dan terjadi dialog ilmiah yang cukup panas tapi bermartabat.
Kedua, mengenai adanya alumni Sidogiri yang kadangkala mencela Kiai Said dengan bahasa yang kurang sopan misalnya, maka hal itu adalah kecenderungan pribadinya—sebagaimana beberapa alumni Sidogiri yang pro Kiai Said, hal itu juga kecenderungan pribadinya. Keduanya sama-sama tidak mewakili Sidogiri. Menurut saya, alumni yang menolak kepemimpinan Kiai Said atau mencelanya dengan bahasa-bahasa yang kasar dan tidak ilmiah, hal itu sudah kebablasan—sebagaimana alumni yang mendukung pemikiran Kiai Said Aqiel secara membabi buta, hal itu juga kebablasan.
Sedangkan mengkritik pemikiran, kebijakan, dan langkah-langkah Kiai Said dalam membawa NU, dengan bahasa yang santun dan ilmiah, maka hal itu merupakan sesuatu yang sangat wajar. Hal itu merupakan bentuk dinamika sehat yang harus dirawat dalam organisasi sebesar Nahdlatul Ulama. Pendukung Kiai Said seharusnya tidak terlalu alergi dalam menyikapi polemik ilmiah dan kritik-kritik yang membangun.
Ketiga, mengenai sikap Sidogiri yang saat ini seolah-olah terlihat keras, hal itu bukan karena Sidogiri berubah, tapi karena tantangannya yang berubah. Tentu bukan suatu yang bijak, menyikapi tantangan yang berbeda dengan strategi dan cara yang sama.